ASAS-ASAS ILMU FIQIH
al-Allamah ash-Shaban RA berkata tentang asas-asas ini:
“Sesungguhnya asas setiap fan ada sepuluh, al-had (definisi), al-maudlu' (sasaran) kemudian ats-tsamrah (faedah)”
“Fadlu (keutamaan), nisbat (golongan), wadli' (pencetus), ismu (nama fan), istimdad (pengambilan), hukum syari' (hukum syariat)“.
“Masa'il (permasalahannya), sudah dianggap cukup mengetahui sebagiannya, namun orang yang mengetahui semuanya, ia akan mendapatkan kemulian.”
1. Definisi fiqih. Imam as-Subki mendefinisikan figih dengan ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum pengamalan syariat yang diambil dari dalil-dalil yang terpeinci.
2. al-Maudlu' (sasaran pelaksanannya) adalah perbuatan orang-orang mukallaf.
3. Faedah fiqih adalah dapat menjalankan seluruh perintah Allah Swt dan menjauhi laranganNya. Ini adalah hakikat taqwa, dan dengan inilah kebahagian dunia dan akhirat dapat diraih.
4. Keutamaan fiqih. Banyak sekali ayat-ayat al-Our'an dan Hadits yang menunjukkan bahwa ilmu figih adalah ilmu yang paling utama setelah ilmu tauhid.
5. Nisbat fiqih. Ilmu fiqih termasuk ilmu syariat.
6. Pencetus. Pencetus fiqih adalah para imam mujtahid. Sedangkan orang pertama yang menyusun kitab Imla' dalam fiqih adalah imam Zaid ibn Ali ibn al-Husen ibn Ali ibn Abi Thalib Ra. Dan dilanjutkan oleh murid beliau, imam mujtahid Abu Hanifah an-Nu'man Ra.
7. Nama fiqih adalah ilmu fiqih, ilmu hukum syariat, ilmu halal haram, al-Fiqh al-Ashgar atau Furu'uddin (cabang-cabang agama).
8. Pengambilan fiqih dari al-Our'an, Hadits, ijma' dan giyas.
9. Hukum fiqih.
a. Fardlu ain: Ilmu fiqih yang terkait dengan keabsahan ibadah, seperti thaharah (bersuci), shalat, puasa dan yang terkait dengan sahnya transaksi seperti jual beli dan nikah.
b. Fardlu kifayah: Ilmu fiqih yang melebihi kadar di atas sampai tingkatan fatwa.
c. Sunnah: Ilmu fiqih yang melebihi tingkatan fatwa.
10. Pembahasan fiqih. Masalah-masalah yang dibahas dalam
ilmu fiqih sangat banyak. Seperti thaharah adalah syaratnya shalat, membasuh wajah adalah fardlunya wudlu' dan pembahasan-pembahasan lainnya.
MACAM-MACAM HUKUM SYARIAT
Hukum syariat terbagi menjadi dua, hukum taklifi dan hukum wad'i :
Hukum syar'i taklifi adalah hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf. at-Taklifi ini terbagi menjadi lima, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh imam ibn Ruslan dalam karyanya yang penuh barakah, ash-Shafwatu az-Zubad :
“Hukum-hukum syara'nya Allah terbagi menjadi tujuh, fardlu, sunnah dan yang diharamkan."
“Ke empat makruh, kemudian hal yang dimubahkan, yang keenam adalah batal, dan akhirilah dengan hukum sah.”
1. Fardlu secara bahasa mempunyai arti bagian pasti. Sedangkan secara syara' adalah perbuatan yang dituntut oleh syariat dengan tuntutan yang mengikat. Hukum fardlu adalah mendapatkan pahala bagi yang melaksanakan dan akan disiksa bagi yang meninggalkan. Sinonim fardlu ada lima, yaitu maktub, wajib, rukun, lazim dan muhattam.
2. Sunnah secara bahasa mempunyai arti jalan. Sedangkan secara syara' adalah pekerjaan yang dituntut oleh syariat dengan tuntutan yang tidak mengikat. Hukum sunnah adalah mendapatkan pahala bagi orang yang melaksanakan dan yang tidak disiksa bagi yang meninggalkan. Sinonim sunnah ada tujuh, yaitu mandub, mustahab, hasan, muraghghab fihi, tathawu', nafilah dan fadlilah.
3. Haram secara bahasa mempunyai arti yang dilarang. Sedangkan secara syara' adalah perbuatan yang dilarang syariat dengan larangan yang mengikat. Hukum haram adalah mendapat pahala bagi orang yang meninggalkan atas dasar ketaatan, dan bagi yang melakukan akan disiksa. Sinonim haram ada enam, yaitu mahdzur, mani', dzanbu, maksiat, majzur anhu dan mutawa'ad alaihi.
4. Makruh secara bahasa mempunyai arti perkara yang dibenci. Dan secara syara' adalah perbuatan yang dilarang syara' dengan larangan yang tidak mengikat. Hukum makruh orang adalah mendapatkan pahala bagi yang meninggalkan atas dasar ketaatan, dan yang melakukan tidak disiksa.
5. Mubah secara bahasa adalah perkara yang diperbolehkan. Dan secara syara' adalah perkara yang tidak berbeda jika dilakukan atau ditinggalkan (sama-sama tidak ada pahala dan dosa). Hukum mubah tidak mendapat pahala bagi orang yang melakukan dan tidak mendapatkan dosa bagi yang meninggalkan. Kecuali disertai niat yang baik, maka ia akan mendapatkan pahala. Sinonim mubah ada tiga, yaitu jaiz, halal dan thilqu.
Hukum syar'i wadi'i adalah hukum-hukum Allah SWT yang menjelaskan atas keberadaan sesuatu yang menjadi sebab, syarat, mani', sah dan fasid. al-WadI'i terbagi menjadi lima:
1. Sebab secara bahasa mempunyai arti tali dan sejenisnya
yang digunakan sebagai perantara menuju perkara lain. Sedangkan secara syara' adalah sesuatu yang menetapkan keberadaan musabbab (sesuatu yang disebabi) di saat wujudnya sesuatu tersebut, dan dengan tidak wujudnya sesuatu itu musabbab tidak wujud ditinjau dari sebab tersebut, tanpa memandang hal lain.
2. Syarat secara bahasa mempunyai arti menggantungkan wujudnya suatu perkara pada perkara yang lain, dan keduanya belum wujud. Sedangkan secara syara' adalah sesuatu yang menetapkan tidak wujudnya masyrut (sesuatu yang disyarati) dengan tidak wujudnya sesuatu tersebut. Namun dengan wujudnya sesuatu tersebut tidak pasti menetapkan wujud dan tidaknya masyrut ditinjau dari syarat itu sendiri tanpa memandang faktor lain.
3. Mani' secara bahasa mempunyai arti penghalang diantara dua perkara. Sedangkan secara syara' adalah sesuatu yang menetapkan tidak wujudnya mamnu' (perkara yang dicegah), namun di saat sesuatu itu wujud tidak dapat menetapkan wujud dan tidaknya mamnu' ditinjau dari mani' itu sendiri.
4. Shahih secara bahasa mempunyai arti kebalikan sakit. Dan secara syara' adalah suatu pekerjaan yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, baik berupa ibadah maupun transaksi.
5. Fasad secara bahasa mempunyai arti kebalikan sah. Dan secara syara” adalah suatu pekerjaan yang tidak memenuhi syarat-syarat sah, baik ibadah maupun transaksi.