Talak di Pengadilan
PERTANYAAN
Bagaimana kedudukan talak di Pengadilan Agama dan kaitannya dengan talak diluar Pengadilan Agama baik mengenai hitungan talak dan penentuan iddah?
JAWABAN
Tafsil (diperinci) sebagai berikut:
Bila suami belum menjatuhkan talak diluar Pengadilan Agama, maka talak yang dijatuhkan didepan hakim agama itu dihitung talak yang pertama, dan sejak itu pula dihitung iddahnya. Jika suami telah menjatuhkan talak diluar Pengadilan Agama, maka talak yang dijatuhkan didepan hakim agama itu merupakan talak yang kedua dan seterusnya, jika masih dalam waktu iddah raj'iyyah.
Sedangkan perhitungan iddahnya dimulai dari jatuhnya talak yang pertama dan selesai setelah berakhirnya iddah talak yang terakhir yang dihitung sejak jatuhnya talak yang terakhir tersebut.
Jika talak yang didepan hakim agama itu dijatuhkan setelah habis masa iddah atau dalam masa iddah bain, maka talaknya tidak diperhitungkan.
Jika talak yang didepan hakim agama itu dilakukan karena terpaksa (مكره) atau sekedar menceritakan talak yang telah diucapkan, maka juga tidak diperhitungkan.
Dasar Pengambilan Hukum
a. Hamisy I'anah ath-Thalibin, IV/10:
أَمَّا إِذَا قَالَ لَهُ ذَلِكَ مُسْتَخْبِرًا فَأَجَابَ بِنَعَمْ فَإِقْرَارُ بِالطَّلَاقِ وَيَقَعُ عَلَيْهِ ظَاهِرًا إِنْ كَذِبَ وَيَدِينُ وَكَذَا لَوْ جَهِلَ حَالَ السُّؤَالَ فَإِنْ قَالَ: أَرَدْتُ طَلاقًا مَاضِبًا وَرَاجَعَتْ صُدِقَ بِيَمِينِهِ لاِحْتِمَالِهِ، وَلَوْ قِيْلَ: لِمُطَلَّقِ أَطَلَّقْتَ زَوْجَتَكَ ثَلاَنَّا؟ فَقَالَ طَلَّقْتُ وَأَرَادَ وَاحِدَةً صُدِقَ بِيَمِينِهِ لأَنَّ طَلَّقْتُ مُحْتَمِلُ لِلْجَوَابِ وَالْإِبْتِدَاءِ، وَمِنْ ثَمَّ لَوْ قَالَتْ : طَلَّقْني ثَلانًا فَقَالَ طَلَّقْتُكَ وَلَمْ يَنْوِ عَدَدًا فَوَاحِدَةٌ وَلَوْ قَالَ لِأُمِّ زَوْجَتِهِ: اِبْنَتُكِ طَالِقٌ وَقَالَ: أَرَدْتُ بِنْتَهَا الأُخْرَى صُدِّقَ بِيَمِينِهِ.
Adapun apabila hakim bertanya kepada seorang suami dengan maksud mencari kabar tentang talaknya, lalu ia menjawab dengan jawaban "ya", maka jawaban itu merupakan ikrar talak, dan secara hukum lahiriah talaknya jatuh baginya. Sekalipun ia berbohong, dan kebenarannya dia pasrahkan pada keagamaannya. Begitu pula bila ia tidak mengetahui maksud pertanyaan itu, sehingga andaikan ia berkata, "Aku maksudkan talak yang telah terjadi, dan aku telah rujuk". Maka ia dibenarkan dengan sumpahnya, karena hal itu meyakinkan. Andaikan ditanyakan padanya, "Apakah kamu menalak istrimu tiga kali?" kemudian ia katakan, "Aku menalaknya," Sementara yang dimaksukan adalah satu talak, maka ia dibenarkan dengan sumpahnya. Karena kata "Aku menalak" mungkin merupakan jawaban dan ungkapan permulaan. Dari situ, andai istrinya berkata, "Talaklah aku dengan tiga talak", lalu ia katakan, "Aku talak kamu", dan ia tidak meniatkan berapa jumlahnya, maka yang terjadi adalah satu talak. Andaikan ia berkata kepada ibu istrinya, "Anak perempuanmu ialah wanita yang tertalak", dan berkata, "Aku maksudkan anak perempuannya yang lain", maka ia dibenarkan dengan sumpahnya.
b. I'anah ath-Thalibin, IV/4:
إِنَّمَا يَقَعُ لِغَيْرِ بَائِنٍ وَلَوْ رَجْعِيَّةً لَمْ تَنْقَضِ عِدَّتُهَا طَلَاقُ مُخْتَارٍ مُكَلَّفَ أَيْ بَالِغ عَاقِلِ
Talak lelaki yang mukallaf dan tidak terpaksa akan jatuh kepada wanita yang belum tertalak ba'in, sekalipun wanita tadi sudah tertolak raja'iy yang iddahnya belum habis".