Membayar Hutang Saat Nilai Uang Berubah

Pada tahun 1980-an ada seseorang berhutang sebesar 1.500, pada masa itu jika dibuat beli daging, bisa mendapatkan daging sebanyak 1 kg, keluarga orang



Membayar Hutang Saat Nilai Uang Berubah

DESKRIPSI MASALAH

Pada tahun 1980-an ada seseorang berhutang sebesar 1.500, pada masa itu jika dibuat beli daging, bisa mendapatkan daging sebanyak 1 kg, keluarga orang yang berhutang tersebut baru bayar pada tahun 2024, yang mana nilai uang sudah sangat berubah drastis, harga daging sekarang 137.000 perkilo.

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya mata uang yang nilainya menurun terus dalam kaitannya dengan orang yang mempunyai tanggungan hutang yang cukup lama berupa sejumlah mata uang. Dan bila ingin melunasi sekarang setelah nilai mata uang tersebut turun secara luar biasa?

Bagaimana kedudukan emas sekarang? Apa masih merupakan uang atau mata uang, atau merupakan ukuran dan nilai dari segala sesuatu seperti zaman dahulu? Apakah emas yang digunakan untuk jual beli seperti emas batangan dan lainnya sama hukumnya?


JAWABAN


Orang tersebut harus mengembalikan uang sesuai dengan nilai piutang (qimah-nya) ketika berhutang dan emas tetap menjadi standar pembayaran seperti zaman dahulu, sedangkan batangan emas sama hukumnya dengan emas yang dijadikan mata uang.

REFERENSI 


a. Hasyiyah al-Bujairami 'ala al-Manhaj, II/354 [Jami' al-Fiqh al-Islami]:

(قَوْلُهُ: وَيَرُدُّ الْمُقْتَرِضُ وَلَوْ نَقْدًا أَبْطَلَ السُّلْطَانُ الْمُعَامَلَةَ بِهِ وَمِثْلُ النَّقْدِ الفُلُوسُ الْجُدُدُ وَقَدْ عَمَّتْ بِهَذِهِ الْبَلْوَى فِي الدَّيَارِ الْمِصْرِيَّةِ فِي غَالِبِ الْأَزْمِنَةِ فَحَيْثُ كَانَ لِذَلِكَ قِيمَةٌ أَيْ غَيْرُ تَافِهَةٍ رَدَّ مِثْلَهُ وَإِلَّا رَدَّ قِيمَتَهُ بِاعْتِبَارِ أَقْرَبِ وَقْتٍ إِلَى وَقْتِ المُطالَبَةِ لَهُ فِيهِ قِيمَةُ حلوم ر

(Ungkapan: "Dan orang yang hutang mengembalikan") meski berbentuk jenis uang yang sudah tidak diberlakukan oleh Sulthan (pemerintah), yang umum digunakan di Mesir dari masa ke masa, sama dengan naqd. Sehingga bila fulus itu mempunyai harga yang tidak murah sekali, maka orang yang hutang harus mengembalikan semisalnya. Bila tidak, maka ia mengembalikan harganya dengan pertimbangan waktu terdekat saat penagihannya, yang fulus tersebut mempunyai nilai tukar. Demikian menurut Imam Mahalli dan Imam ar-Ramli.


b. Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, III/174:


(فَضْلُ) وَيَجِبُ عَلَى الْمُسْتَقْرِضِ رَدُّ المِثْلِ فِيْمَا لَهُ مِثْلُ لِأَنَّ مُقْتَضَى الْقَرْضِ رَدُّ المِثْلِ وَلِهَذَا يُقَالُ الدُّنْيَا قُرُوْضُ وَمُكَافَأَةٌ فَوَجَبَ أَنْ يَرُدَّ المِثلَ وَفِيْمَا لاَ مِثْلَ لَهُ وَجْهَانِ (أَحَدُهُمَا) يَجِبُ عَلَيْهِ الْقِيْمَةُ لِأَنَّ مَا ضُمِنَ بِالْمِثْلِ إِذَا كَانَ لَهُ مِثْلُ ضُمِنَ بِالْقِيْمَةِ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ مِثْلُ كَالْمُتْلَفَاتِ وَالثَّانِيْ) يَجِبُ عَلَيْهِ مِثْلُهُ فِي الْخِلْقَةِ وَالصُّوْرَةِ لِحَدِيْثِ أَبِي رَافِعِ أَنَّ النَّ الله أَمَرَهُ أَنْ يَقْضِيَ الْبِكْرَ بِالْبِكْرِ وَلِأَنَّ مَا ثَبَتَ فِي الذَّمَّةِ بِعَقْدِ السَّلَمِ ثَبَتَ بِعَقْدِ الْقَرْضِ قِيَاسًا عَلَى مَا لَهُ مِثْلُ وَيُخَالِفُ المُتْلَفَاتِ فَإِنَّ الْمُتْلِفَ مُتَعَدِّ فَلَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ إِلا الْقِيْمَةُ لأَنَّهَا أَحْصَرُ وَهَذَا عَقْدُ أُجِيْزَ لِلْحَاجَةِ فَقُبِلَ فِيْهِ مِثْلُ مَا قُبِضَ كَمَا قُبِلَ فِي السَّلَمِ مِثْلُ مَا وُصِفَ فَإِنِ اقْتَرَضَ الْخُبْزَ وَقُلْنَا يَجُوْزُ إِقْرَاضُ مَا لَا يُضْبَطُ بِالْوَصْفِ فَفِي الَّذِى يُرَدُّ وَجْهَانِ (أَحَدُهُمَا) مِثْلُ الخُبز ( وَالثَّانِي) تُرَدُّ الْقِيْمَةُ.


(Pasal) Wajib bagi orang yang hutang mengembalikan mitsli untuk barang yang ada mitslinya, karena konsekuensi hutang adalah mengembalikan mitslinya. Lantas dikatakan: "Dunia itu penghutangan dan penyamaan", sehingga ia wajib mengembalikan mitslinya. Bila barang yang dihutang tidak ada mitslinya, maka terdapat dua pendapat: (pertama), ia wajib mengembalikan harganya, karena barang yang dijamin dengan mitsli saat ada mitslinya maka dijamin dengan harga saat tidak ada mitsli-nya, sebagaimana barang-barang yang rusak (kedua), wajib mengembalikan benda yang mendekati dari segi wujud dan bentuknya, karena hadits Abu Rafi', bahwa Nabi pernah memerintahnya untuk mengembalikan hewan yang perawan sebab hutang hewan yang perawan, dan karena pesanan yang tetap dalam tanggungan sebab akad salam, juga tetap sebab akad qard, karena mengqiyaskan pada barang yang ada mitslinya.

Berbeda dengan barang-barang yang rusak, sebab perusaknya adalah orang yang sengaja berbuat jahat, sehingga tidak diterima pengembalian darinya kecuali harganya, karena lebih terbatasi. Sementara akad qard ini merupakan akad yang dibolehkan karena hajat, maka di dalamnya diterima barang yang diserahkan, sebagaimana dalam salam diterima mitsli barang yang disifati. Sebab itu, apabila ia hutang roti, dan kami berpendapat boleh menghutangkan sesuatu yang tidak bisa terbatasi dengan sifat, maka terkait barang yang harus dikembalikan ada dua pendapat (pertama) mitsli atau sesama roti; dan (kedua), dikembalikan harganya.


c. Fath al-Qarib dan Hasyiyah al-Bajuri, I/391 [Dar al-Fikr]:

( وَأَمَّا الْأَثْمَانُ فَشَيْئَانِ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ) مَضْرُوبَيْنِ كَانَا أَوْلاَ (قَوْلُهُ: مَضْرُوْبَيْنِ أَوْ لا أَشَارَ بِذَلِكَ أَنَّ الْمُصَنِّفَ أَرَادَ بِالْأَثْمَانِ مُطْلَقَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَإِنْ لَمْ يَكُونَا مَضْرُوبَيْنِ


(Alat pembayaran ada dua macam, yaitu emas dan perak) baik dicetak sebagai mata uang maupun tidak. (Ungkapan: "Yang dicetak sebagai mata uang maupun tidak"), diisyaratkan oleh beliau dengan kata Penulis menghendaki emas dan perak secara mutlak, meskipun belum dicetak sebagai mata uang.

Berbagi

Posting Komentar