Konsep Keberagaman Aswaja tentang Akidah, Fikih dan Tasawuf



Konsep Keberagaman Aswaja tentang Akidah, Fikih dan Tasawuf


DESKRIPSI MASALAH


Telah dimaklumi bahwa prinsip/ushul keberagaman Ahlu Sunnah Wal Jama'ah terbagi ke dalam tiga bagian yang tak terpisahkan yaitu Aqidah, Fiqih dan Tashawwuf. Dalam ushul yang mu'tabar dan muqarrar telah dikenal Aswaja dalam bidang aqidah mengikuti madzhab al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi, dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzhab dari al-Madzahib al-Arba'ah (al-Imam Abu Hanifah al-Nu'man bin Tsabit al-Kufi, al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi, al-Imam Muhammad bin Idris al-Syafi'i dan al- Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal al-Syaibani), dan dalam bidang tashawwuf mengikuti madzhab syaikh al-Tha'ifah al-Imam Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Baghdadi dan al-Imam Hujjah al-Islam Zainuddin Abu Hamid al-Ghazali.


PERTANYAAN


1. Adakah dalil nash dari al-Qur'an dan al-Sunnah yang menjelaskan bahwa keberagaman Ahlus Sunnah Wal Jama'ah terbagi menjadi tiga: Aqidah, Fiqih, Tasawwuf?

2. Benarkah pendapat yang mengatakan bahwa prinsip keberagaman Ahlus Sunnah Wal Jama'ah menjadi tiga di atas berdasarkan hadits al-Arba'in al-Nawawiyah yaitu hadits riwayat dari Umar bin al-Khattab tentang Iman, Islam, Ihsan?


JAWABAN


a. Tentang keberagaman Aswaja terbagi menjadi tiga ada dasarnya baik dari Al Qur'an maupun hadits Nabi.

b. Pendapat itu benar.


REFERENSI 

a. Al-Mufhim li Ma Asykal min Talkhish Kitab Muslim Bab al-Iman li al-Imam al-Hafidz Abi al-Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim al-Qurthubi, I/132-135:


الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّلِحَاتِ طُوبى لَهُمْ وَحُسْنُ مَأْبِ (الرعد: ٢٩) فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَأْبٍ (ص: (٢٥) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (الشعراء: (۸۹) الْإِسْلَامُ فِي اللُّغَةِ: هُوَ الْإِسْتِسْلَامُ وَالْإِنْقِيَادُ وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوْا وَلَكِنْ قُوْلُوْا أَسْلَمْنَا (الحجرات: (١٤) أَيْ أَنْقَذْنَا. وَهُوَ فِي الشَّرْعِ الْإِنْقِيَادُ بِالْأَفْعَالِ الظَّاهِرَةِ الشَّرْعِيَّةِ. وَلِذَالِكَ قَالَ ﷺ فِيْمَا رَوَاهُ أَنَسُ الله الْإِسْلَامُ عَلَانِيَةُ وَالْإِيْمَانُ فِي الْقَلْبِ ذَكَرَهُ أَبُوْ شَيْبَةَ فِي مُصَنَّفِهِ وَالْإِيْمَانُ لُغَةٌ هُوَ التَّصْدِيقُ مُطْلَقًا وَفِي الشَّرْعِ التَّصْدِيقُ بِالْقَوَاعِدِ الشَّرْعِيَّةِ كَمَا نَبَّهَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ ﷺ فِي حَدِيْثِ أَنَسٍ هَذَا. وَالْإِحْسَانُ هُوَ مَصْدَرُ أَحْسَنَ يُحْسِنُ .... إِذَا حَاصِلُهُ رَاجِعُ إِلَى إِثْقَانِ الْعِبَادَاتِ وَمُرَاعَاتِ حُقُوقِ اللَّهِ تَعَالَى فِيْهَا وَمُرَاقَبَتِهِ وَاسْتِحْضَارِ عَظَمَتِهِ وَجَلَالِهِ حَالَةَ الشُّرُوْعِ وَحَالَةَ الْإِسْتِمْرَارِ فِيْهَا وَأَرْبَابُ الْقُلُوْبِ فِي هَذِهِ الْمُرَاقَبَةِ عَلَى حَالَيْنِ أَحَدُهُمَا غَلَبَ عَلَيْهِ مُشَاهَدَةُ الْحَقِّ فَكَأَنَّهُ يَرَاهُ وَلَعَلَّ النَّبِيَ الله أَشَارَ إِلَى هَذِهِ الْحَالَةِ بِقَوْلِهِ وَجُعِلَتْ قُرَّةَ عَيْنِيْ فِعِبَادَةِ رَبِّي وَثَانِيهِمَا لَا يَنْتَمِي إِلَى هَذِهِ الْحَالَةِ لَكِنْ يَغْلِبُ عَلَيْهِ أَنَّ الْحَقَّ سُبْحَانَهُ مُطَّلِعُ عَلَيْهِ وَمُشَاهِدٌ لَهُ وَإِلَيْهِ الْإِشَارَةُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى الَّذِي يَرَاكَ حِيْنَ تَقُوْمُ وَتَقَلُّبَكَ فِي السُّجِدِينَ (الشعراء: ٢١٨-٢١٩) وَبِقَوْلِهِ وَمَا تَتْلُوْ مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُوْنَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُوْنَ فِيْهِ (يونس: (٦١) وَهَاتَانِ الْحَالَتَانِ ثَمْرَةُ مَعْرِفَةِ اللَّهِ وَخَشْيَتِهِ وَلِذَلِكَ فُسِّرَ الْإِحْسَانُ فِي حَدِيْثِ أَبِي هُرَيْرَةَ بِقَوْلِهِ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَعَبَّرَ عَنِ الْمُسَبَّبِ بِاسْمِ السَّبَبِ تَوَسُّعًا اهـ

"Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik;" (ar-Ra'd: 29), "Lalu Kami Mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik;" (Shad:25), "Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati; yang bersih;" (asy-Syu'ara: 89). Islam secara etimologi: pasrah dan patuh; termasuk yang diartikan seperti ini adalah firman Allah : "Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah 'Kami telah tunduk (Islam); (al-Hujurat: 14), maksudnya kita patuh. Islam menurut verbality syara' ialah kepatuhan (yang diimplementasikan) dengan perbuatan-perbuatan lahir yang bersifat syar'i. Karena itu, Nabi bersabda dalam hadits riwayat Anas : "Islam itu tampak jelas, sementara iman itu terpatri di dalam sanubari". Abu Syaibah menuturkannya dalam sebuah karyanya. Iman menurut etimologi ialah membenarkan secara mutlak; sedangkan menurut terminologi syara' ialah membenarkan dengan menggunakan kaidah-kaidah yang bersifat syar'i; sebagaimana Nabi memperingatkan dalam hadits Anas ini. Ihsan merupakan bentuk masdar dari suku kata Ahsana-Yuhsinu. Kesimpulannya itu kembali pada pengukuhan ibadah, menjaga hak-hak Allah di dalamnya, pengawasan Allah, menghadirkan keagungan dan kebesaran-Nya ketika memulai amalan syariat dan saat berlangsungnya ritual ibadah. Orang-orang yang berhati bersih dalam kaitan pengawasan ini terdiri dari dua keadaan, pertama, telah merasuk dalam hatinya kesaksian kepada al-Haq (Allah), maka seolah-olah ia melihat-Nya. Barangkali Nabi menyiratkan hal ini melalui sabda beliau; "Sholat telah dijadikan penenang hatiku di dalam beribadah kepada Tuhanku". Kedua, tidak sebanding dengan keadaan yang pertama ini, tetapi merasuk dalam hatinya bahwa al-Haq (Allah). Melihat dan menyaksikannya. Keadaan seperti ini diisyarahi dengan firman Allah: "Yang melihat engkau saat engkau berdiri (untuk shalat), dan (melihat) perubahan gerakan badanmu di antara orang-orang yang sujud". (asy-Syu'ara: 218-219), dan firman Allah : "Dan tidak membaca suatu ayat al-Quran serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi Saksi atasmu ketika kamu melakukannya" (Yunus: 61). Dua keadaan ini merupakan buah dari makrifat kepada Allah dan takut terhadap-Nya. Karena itu, Ihsan diartikan dalam hadits Abu Hurairah melalui sabda Nabi : "Ketakutanmu terhadap Allah, seolah-olah kamu menyaksikan-Nya"; beliau menjelaskan secara luas sebuah efek dengan sebutan sebab.


b. Ikmal al-Makmul Syarh Shahih Muslim Kitab al-Iman li al-Imam Muhammad bin Khalifah al-Wastani al-La`i, I/115 [Dar al-Kutb al-'Ilmiyah]:

وَاشْتَمَلَ الْحَدِيثُ عَلَى جَمِيعِ وَظَائِفِ الْعِبَادَةِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ حَتَّى أَنَّ عُلُوْمَ الشَّرِيعَةِ كُلَّهَا تَرْجِعُ إِلَيْهِ وَمِنْهُ تَشَعَّبَتْ اهـ

Hadits itu secara komprehensif meliputi seluruh rangkaian ibadah lahir dan batin, sehingga sungguh semua cabang ilmu syariat kembali padanya, dari sini ilmu pengetahuan itu bercabang-cabang.


c. Al-Majalis as-Saniyah Syarh al-Arba'in an-Nawawiyah, 8-12:


Dari Umar bin al-Khattab beliau berkata: "Suatu hari kami sedang duduk di samping Rasulullah ﷺ .Tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambut sangat hitam. Tak nampak padanya bekas kepergian dan tidak ada seorangpun yang mengenalnya. Sampai beliau duduk di hadapan Rasulullah lantas menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan kedua tangannya pada kedua paha Rasulullah.

Dan beliau berkata: "Kabarkan padaku tentang Islam" Lalu Rasulullah bersabda: "Wahai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya?" Aku menjawab: "Allah dan utusan-Nya yang lebih mengetahui" Beliau bersabda: "Sesungguhnya yang bertanya adalah Jibril yang datang pada kalian untuk mengajarkan pada kalian tentang agama kalian". Hadits diriwayatkan Imam Muslim.... (Kata rowi: Kemudian Rasulullah bersabda: "Wahai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya?" Aku menjawab: "Allah dan utusan-Nya yang lebih tahu" Beliau bersabda: "Sesungguhnya yang bertanya adalah Jibril yang datang pada kalian untuk mengajarkan kalian tentang agama kalian"). Artinya kaidah-kaidah agama kalian. Dalam hadits ini mengisyaratkan bahwa agama itu nama dari tiga hal: Islam, iman, ihsan.


Berbagi

Posting Komentar