Hati-hati, Begini Cara Tepat Pemakaian Mukena



 Cara Tepat Pemakaian Mukena 


Deskripsi Masalah

Masyarakat muslimah dalam memakai mukena ketika sholat baik yang sepotong (terusan) maupun yang dua potong, pada umumnya masih ada yang nampak (belum tertutup) yaitu pada bagian bawah dagu, pergelangan tangan (saat diangkat), betis bagi wanita yang memakai rok atau kaos kaki (ketika sujud).


PERTANYAAN

Sudah cukup-kah menutup aurat bagi muslimah sebagaimana digambarkan pada deskripsi di atas?


JAWABAN

Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi'i, shalat muslimah dengan menutup aurat sebagaimana dimaksud, hukumnya tidak sah. Akan tetapi dalam masalah terlihatnya pergelangan tangan dari arah bawah saat tangan lurus kebawah terdapat khilaf: Menurut kitab Al-I'ab dan pendapat Imam Ramli hukum shalatnya dianggap sah. Demikian juga dalam masalah terlihatnya betis, menurut sebagian ulama juga dianggap sah selama tidak terlihat dari arah samping.

Solusi pemakaian mukena potongan adalah dengan cara memakai pakaian lengan panjang serta menutup bagian-bagian yang kemungkinan dapat terlihat seperti bagian bawah tulang dagu; atau desain mukena potongan didesain sedemikian rupa sehingga dapat menutup aurat dalam setiap gerakan shalat.


Dasar Pengambilan Hukum


a. Sullam at-Taufiq dan Mirqah Su'ud at-Tashdiq, 27 [Dar al-Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah]:

وَالسَّتْرُ بِمَا يَسْتُرُ بِهِ لَوْنَ الْبَشَرَةِ لِلجَمِيعِ بَدَنِ الْحَرَّةِ إِلَّا الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ وَسَتْرُ مَا بَيْنَ السُّرَةِ وَالرُّكْبَةِ لِلذَّكَرِ وَالْأُمَّةِ مِنْ كُلِّ الْجَوَانِبِ لَا الْأَسْفَلِ قَوْلُهُ لَا الْأَسْفَلِ أَيْ الدَّيْلِ وَإِنْ رُوِيَ ذَلِكَ بِالْفَعْلِ حَالَ سُجُوْدِهِ أَفَادَهُ عَطِيَّةٌ اهـ

Menutup dengan sesuatu yang bisa menghalangi warna kulit sekujur tubuh wanita merdeka kecuali wajah dan kedua telapak tangan, serta menutup sesuatu di antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan amat dari semua arah bukan dari bawah. (Ungkapan dari Abudllah bin al-Husain Ba'alawi: "Bukan dari sisi bawah"), maksudnya bagian bawah meskipun hal itu bisa dilihat ketika sujud, sebagaimana dijelaskan oleh Athiyah.

b. Manhaj at-Thullab pada Hamisy al-Jamal, I/409 [Dar al-Fikr]:

(وَ) ثَالِثُهَا (سَتْرُ عَوْرَةٍ) وَلَوْ خَالِيًا فِي ظُلْمَةٍ بِمَا) أَيْ بِحِرْمٍ (يَمْنَعُ إِدْرَاكَ لَوْنِهَا مِنْ أَعْلَى (وَجَوَانِبَ) لَهَا لَا مِنْ أَسْفَلِهَا فَلَوْ رُثِيَتْ مِنْ ذَيْلِهِ كَأَنْ كَانَ بِعُلُوِّ وَالرَّائِي أَسْفَلَ لَمْ يَضُرَّ ذَلِكَ. (قَوْلُهُ لَا مِنْ أَسْفَلِهَا أَيْ: وَلَوْ كَانَ الْمُصَلِّي امْرَأَةٌ أَوْ خُنْقَى اه شرح م .. (قَوْلُهُ فَلَوْ رُثِيَتْ مِنْ ذَيْلِهِ) أَيْ رَآهَا غَيْرُهُ وَلَوْ بِالْفَعْلِ أَمَّا لَوْ رَآهَا هُوَ كَأَنْ طَالَ عُنْقُهُ فَإِنَّهَا تَبْطُلُ اهم شيخنا

(Dan) yang ketiga (menutup aurat) meskipun dalam kondisi sepi di kegelapan (dengan sesuatu), maksudnya bahan (yang dapat mencegah mengamati warna aurat) dari sisi atas (dan samping) aurat, tidak dari bawahnya, maka bila terlihat dari bawah, misalkan dia ada di atas dan orang yang melihat ada di bawah, maka itu tidak masalah. (Ungkapan Zakariya al-Anshari: "tidak dari bawahnya"), maksudnya meski orang yang shalat itu wanita atau khuntsa, demikian penjelasan Syams ad-Din Muhammad bin Ahmad (ar-Ramli as-Shagir). (Ungkapan Zakariya al-Anshari: "Maka apabila dilihat dari bawahnya"), maksudnya orang lain melihatnya meskipun secara nyata, sedangkan apabila seorang melihat auratnya sendiri (tidak dari bawah) misalkan leharnya panjang, maka shalatnya batal. Demikian pernyataan Syaikhuna.


c. Hasyiyah al-Jamal 'ala al-Minhaj, I/409 [Dar al-Fikr]:

وَفِي الْبَرْمَاوِي مَا نَصُّهُ قَوْلُهُ فَلَوْ رُئِيَتْ مِنْ ذَيْلِهِ أَيْ: رُثِيَتْ فِي قِيَامٍ أَوْ رُكُوْعٍ أَوْ سُجُوْدِ سَوَاءً رَآهَا هُوَ أَوْ غَيْرُهُ لَا لِتَقَلُّصِ ثَوْبِهِ بَلْ لِنَحْوِ جَمْعِ ذَيْلِهِ عَلَى عَقِبَيْهِ ا هـ برماوي وَمِثْلُهُ ق ل عَلَى الْجَلَالِ وَمِثْلُهُمَا ع ش عَلَى م راه

Dalam al-Barmawi ada keterangan yang nashnya: (Ungkapan Zakariya al-Anshari: "Maka apabila dilihat dari bawahnya"), maksudnya dilihat ketika posisi berdiri, rukuk atau sujud; baik ia melihatnya atau orang lain. Tidak karena susut bajunya, tetapi karena mengumpulnya bagian bawah di atas kedua tumitnya. Begitu pernyataan Barmawi dan Syihab ad-Din Ahmad bin Salamah al-Qalyuby atas Jalal, dan Ali Syabramallisy, Nur ad-Din Abud Dliya' Ali bin Ali atas Syams ad-Din Muhammad bin Ahmad (ar-Ramly as-Shaghir).


d. Qurrah al-'Ain bi Fatawa asy-Syaikh Isma'il az-Zain, 59:

فَقَدْ قُدَّمَ إِلَيَّ بَعْضُ الْإِخْوَانِ سُؤَالًا هَذَا نَصُّهُ: قَدْ قَرَّرُوْا أَنَّ عَوْرَةَ الْحَرَّةِ فِي الصَّلَاةِ جَمِيعُ بَدَنِهَا مَا سِوَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ وَمَعْلُومٌ أَنَّ حَدَّ الْوَجْهِ طُوْلًا مَا بَيْنَ مَنَابِتِ الشَّعْرِ إِلَى مُنْتَهَى اللَّحْيَيْنِ وَعَرْضًا مِنَ الْأُذُنِ إِلَى الْأُذُنِ وَقَدْ وَقَعَ كَثِيرًا انْكِشَافُ مَا تَحْتَ النَّقَنِ مِنْ بَدَنِ الْمَرْأَةِ حَالَ صَلَاتِهَا وَطَوَافِهَا فَهَلْ تُعْذَرُ فِي ذَلِكَ لِكَوْنِهِ مِنْ أَسْفَلَ أَمْ يَضُرُّ ذَلِكَ أَفْتُوْنَا رَحِمَكُمُ اللهُ فَالْمَسْأَلَةُ وَاقِعَةٌ حَالُ فَأَقُولُ وَبِاللَّهِ التَّوْفِيْقُ: انْكِشَافُ مَا تَحْتَ النَّقَنِ مِنْ بَدَنِ الْمَرْأَةِ فِي حَالِ الصَّلَاةِ وَالطَّوَافِ يَضُرُّ فَيَكُونُ مُبْطِلًا لِلصَّلَاةِ وَالطَّوَافِ وَذَلِكَ لأَنَّهُ دَاخِل فِي عُمُوْمٍ كَلَامِهِمْ فِيْمَا يَجِبُ سَتْرُهُ فَقَوْلُهُمْ عَوْرَةُ الْحَرَّةِ فِي الصَّلَاةِ جَمِيعُ بَدَنِهَا إِلَّا الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ يُفِيْدُ ذَلِكَ لِأُمُوْرٍ مِنْهَا الْاِسْتِثْنَاءُ فَإِنَّهُ مِعْيَارُ الْعُمُوْمِ وَمِنْهَا قَوْلُهُمْ يَجِبُ عَلَيْهَا أَنْ تَسْتُرَ جُزْأُ مِنَ الْوَجْهِ مِنْ جَمِيعِ الْجَوَانِبِ لِيَتَحَقَّقَ بِهِ كَمَالُ السَّتْرِ لِمَا عَدَاهُ فَظَهَرَ بِذَلِكَ أَنَّ كَشْفَ ذَلِكَ يَضُرُّ وَيُعْتَبَرُ مُبْطِلًا لِلصَّلَاةِ وَمِثْلُهَا الطَّوَافُ هَذَا مَذْهَبُ سَادَتِنَا الشَّافِعِيَّةِ وَأَمَّا عِنْدَ غَيْرِهِمْ كَالسَّادَةِ الْحَنَفِيَّةِ وَالسَّادَةِ الْمَالِكِيَّةِ فَإِنَّ مَا تَحْتَ النَّقَنِ وَنَحْوِهِ لَا يُعَدُّ كَشْفُهُ مِنَ الْمَرْأَةِ مُبْطِلًا لِلصَّلَاةِ كَمَا يُعْلَمُ ذَلِكَ مِنْ عِبَارَاتِ كُتُبِ مَذَاهِبِهِمْ وَحِينَئِذٍ لَوْ وَقَعَ ذَلِكَ مِنَ الْعَامِيَاتِ اللَّاتِي لَمْ يَعْرِفْنَ كَيْفِيَةَ التَّقَيُّدِ بِمَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ فَإِنَّ صَلَاتَهُنَّ صَحِيْحَةُ لأَنَّ الْعَامِيَ لَا مَذْهَبَ لَهُ وَحَتَّى مِنَ الْعَارِفَاتِ بِمَذْهَبِ الشَّافِعِيَّ إِذَا أَرَدْنَ تَقْلِيْدَ غَيْرِ الشَّافِعِي مِمَّنْ يَرَى ذَلِكَ فَإِنَّ صَلَاتَهُنَّ تَكُوْنُ صَحِيْحَةً لِأَنَّ أَهْلَ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ كُلَّهُمْ عَلَى هُدًى فَجَزَاهُمُ اللهُ عَنَّا خَيْرَ الْجَزَاءِ وَبِذَلِكَ يُعْلَمُ أَنَّ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ الَّتِي وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْهَا هِيَ فِي مَوْضِعِ خِلَافٍ بَيْنَ أَئِمَّةِ الْمَذَاهِبِ وَلَيْسَتْ مِنَ الْمُجْمَعِ عَلَيْهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي الْأُمُوْر سَعَةً اهـ


Sebagian teman mengajukan pertanyaan kepadaku yang redaksinya: "Sungguh ulama telah menetapkan bahwa aurat wanita merdeka dalam shalat adalah seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan. Telah maklum, batas wajah dari sisi panjang ialah anggota di antara tempat tumbuh rambut sampai ujung kedua janggut, dan batas lebarnya dari telinga sampai telinga. Sementara itu, banyak terjadi anggota tubuh wanita di bawah dagu terbuka ketika shalat dan thawaf; apakah bisa dikatakan udzur karena auratnya itu terlihat dari arah bawah atau hal itu membahayakan?, Berilah fatwa kami wahai Syaikh-rahimakumullah-. "Masalah ini memang betul-betul terjadi, saya katakan-mudah-mudahan Allah memberi taufiq: "Terbukanya anggota tubuh di bawah dagu wanita saat shalat dan thawaf itu mempengaruhi sahnya ibadah, terbukanya anggota itu dapat membatalkan shalat dan thawaf, itu karena masuk dalam keumuman kalam ulama mengenai anggota tubuh yang wajib ditutup. Ungkapan ulama terkait aurat wanita merdeka ketika shalat ialah seluruh badan, kecuali wajah dan dua telapak tangan. Hal ini memberi macam-macam faidah; di antaranya pengecualian, sungguh hal itu merupakan pertimbangan umum, dan di antaranya lagi adalah ucapan ulama: wajib bagi wanita merdeka menutup bagian wajah dari semua arah agar nyata sempurna menutup selain anggota badan itu, maka jelas, sungguh terbukanya anggota itu mempengaruhi, dan dapat membatalkan shalat. Sebagaimana kasus ini ialah thawaf, ini menurut versi sadatina Syafi'iyyah. Sedangkan menurut ulama lain seperti sadah Malikiyah, sungguh anggota di bawah dagu dan sesamanya terbukanya tidak membatalkan shalat, sebagaimana diketahui dari ibarat-ibarat kitab mereka. Dengan demikian, apabila hal itu terjadi pada wanita-wanita awam yang tidak mengetahui tata cara mengikuti madzhab Syafi'iyyah maka shalat mereka hukumnya sah, karena orang awam tidak memiliki madzhab. Sehingga wanita-wanita yang mengetahui madzhab Syafi'i, bila menghendaki taqlid kepada selain asy-Syafi'i yaitu ulama yang berpendapat demikian, maka shalat mereka hukumnya sah. Karena semua ahli madzhab empat senantiasa berada dalam petunjuk, semoga Allah membalas kita sebaik-baik pembalasan.

Dengan demikian bisa diketahui, sungguh permasalahan yang menimbulkan pertanyaan merupakan tempat khilaf diantara imam-imam madzhab dan bukan merupakan ijma', Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah yang menjadikan urusan menjadi luas."


e. Bughyah al-Mustarsyidin, 51 [Surabaya: al-Hidayah]:

(مَسْأَلَةٌ ي) قَوْلُهُمْ: يُشْتَرَطُ السَّتْرُ مِنْ أَعْلَاهُ وَجَوَانِبِهِ لَا مِنْ أَسْفَلِهِ الضَّمِيرُ فِيْهَا عَائِدٌ إِمَّا عَلَى السَّاتِرِ أَوِ الْمُصَلِّي، وَالْمُرَادُ بِأَعْلَاهُ عَلَى كِلَا الْمَعْنَيَيْنِ فِي حَقَّ الرَّجُلِ السُّرَّةُ وَمُحَاذِيْهَا، وَبِأَسْفَلِهِ الرُّكْبَتَانِ وَمُحَاذِيْهِمَا وَبِجَوَانِبِهِ مَا بَيْنَ ذَلِكَ وَفِي حَقَّ الْمَرْأَةِ بِأَعْلَاهُ مَا فَوْقَ رَأْسِهَا وَمَنْكَبَيْهَا وَسَائِرِ جَوَانِبٍ وَجْهِهَا وَبِأَسْفَلِهِ مَا تَحْتَ قَدَمَيْهَا، وَبِجَوَانِبِهِ مَا بَيْنَ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ لَوْ رُؤيَ صَدْرُ الْمَرْأَةِ مِنْ تَحْتِ الْحِمَارِ لِتَجَافِيْهِ عَنِ الْقَمِيصِ عِنْدَ نَحْوِ الرُّكُوعِ أَوِ اتَّسَعَ الْكُمُ بِحَيْثُ تُرَى مِنْهُ الْعَوْرَةُ بَطَلَتْ صَلَاتُهَا فَمَنْ تَوَهَّمَ أَنَّ ذَلِكَ مِنَ الْأَسْفَلِ فَقَدْ أَخْطَأَ ، لأَنَّ الْمُرَادَ بِالْأَسْفَلِ أَسْفَلُ القَوْبِ الَّذِيْ عَمَّ الْعَوْرَةَ، أَمَّا مَا سَتَرَ جَانِبَهَا الْأَعْلَى فَأَسْفَلُهُ مِنْ جَانِبِ الْعَوْرَةِ بِلَا شَكٍّ كَمَا قَرَرْنَاهُ اهـ قُلْتُ: قَالَ فِي حَاشِيَةِ الْكُرْدِي وَفِي الْإِمْدَادِ: وَيَتَرَدَّدُ النَّظُرُ فِي رُؤْيَةِ ذِرَاعِ الْمَرْأَةِ مِنْ كُمِّهَا مَعَ إِرْسَالِ يَدِهَا اسْتَقْرَبَ فِي الْإِيْعَابِ عَدَمُ الضَّرَرِ، بِخِلَافِ مَا لَوْ ارْتَفَعَتْ الْيَدُ، وَيُوَافِقُهُ فِي مَا فِي فَتَاوَى (م) ر) وَخَالَفَهُ فِي التُحْفَةِ قَالَ: لِأَنَّ هَذَا رُؤْيَةٌ مِنَ الْجَوَانِبِ وَهِيَ تَضُرُّ مُطلَقًا اهـ


(Masalah Abdullah bin Umar bin Abu Bakar bin Yahya) Ungkapan ulama: Disyaratkan menutup anggota tubuh dari sisi atas dan sisi-sisi yang lain tidak dari sisi bawah, dhamir itu kembali bisa jadi pada satir (penutup) atau mushalli. Yang dimaksud dengan kata "sisi atas" pada kedua makna itu bagi lelaki ialah pusar dan sekitarnya, yang dimaksud dengan kata "sisi bawah" ialah dua lutut dan sekitarnya, yang dimaksud dengan "sisi-sisi yang lain" ialah anggota di antara pusar dan lutut, dan yang dimaksud dengan "hak wanita ialah sisi atas" yaitu anggota di atas kepala, dua pundak, dan sisi-sisi wajah wanita, yang dimaksud dengan "sisi bawah" ialah anggota di bawah dua telapak kaki wanita, dan yang dimaksud dengan "sisi-sisi yang lain" ialah anggota tubuh diantara kepala dan telapak kaki. Dengan demikian, apabila dada wanita terlihat dari bawah selendang karena terbuka lebar dari baju gamis saat dia rukuk misalnya, atau lengan baju menjadi lebar sekira aurat dapat terlihat darinya, maka batal shalatnya. Orang yang mengira bahwa itu dari sisi bawah maka dia salah sangka, karena yang dimaksud dengan kata bawah adalah bawah baju yang menutupi aurat. Adapun sesuatu yang menutup sisi atas maka sisi bawahnya termasuk sisi aurat tanpa keraguan, sebagaimana yang telah kita jelaskan. Saya berkata, al-Kurdi menuturkan dalam Hasyiyah al-Kurdi: dan dalam kitab al-Imdad: "Perlu analisa lebih jauh terkait melihat dzira' perempuan dari lengan bajunya saat menjulurkan," al-I'ab berpandangan yang lebih mendekati benar adalah tidak ada masalah. Berbeda halnya masalah bila wanita mengangkat tangan, ini sesuai dengan keterangan di dalam Fatawi Syams ad-Din Muhammad bin ahmad (ar-Ramli as-Shaghir), berbeda pula dalam at-Tuhfah. Penulis at-Tuhfah berkata: "Karena ini ialah melihat dari berbagai sisi aurat yang membahayakan keabsahan shalat secara mutlak."


f. Hasyiyah I'anah ath-Thalibin, I/113:

(قَوْلُهُ: وَيَجِبُ السَّتْرُ مِنَ الْأَعْلَى إلخ) هَذَا فِي غَيْرِ الْقَدَمِ بِالنِّسْبَةِ لِلْحُرَّةِ، أَمَّا هِيَ فَيَجِبُ سَتْرُهَا حَتَّى مِنْ أَسْفَلِهَا، إِذْ بَاطِنُ الْقَدَمِ عَوْرَةٌ كَمَا عَلِمْتَ نَعَمْ، يَكْفِي سَتْرُهُ بِالْأَرْضِ لِكَوْنِهَا تَمْنَعُ إِدْرَاكَهُ، فَلَا تُكَلِّفَ لُبْسَ نَحْوِ خُفٌ. فَلَوْ رُوِيَ فِي حَالٍ سُجُوْدِهَا أَوْ وَقَفَتْ عَلَى نَحْوِ سَرِيْرٍ مُخَرَّقٍ بِحَيْثُ يَظْهَرُ مِنْ أَخْرَاقِهِ ضَرَّ ذَلِكَ، فَتَنَبَّهُ لَهُ اهـ


(Ungkapan Zain ad-Din bin Abd al-Aziz al-Malibari: "Wajib menutup dari sisi atas..."), ini selain telapak kaki dinisbatkan kepada perempuan merdeka, sedangkan wanita merdeka maka wajib menutup telapak kaki hingga dari sisi bawahnya, karena batin telapak kaki merupakan aurat sebagaimana telah maklum. Ya demikian, tetapi cukup menutup telapak kaki dengan tanah, karena tanah dapat mencegah dari terlihatnya aurat, maka tidak ada taklif memakai semacam muzah. Apabila telapak kaki terlihat dalam kondisi sujud atau wanita itu berdiri di atas dipan yang berlobang, sekira telapak kaki terlihat dari sela-sela lobang dipan maka hal ini mempengaruhi keabsahan shalat, ingatlah hal itu.


g. Hasyiyah al-Jamal 'ala al-Minhaj, I/411 [Dar al-Fikr]:


(قَوْلُهُ غَيْرَ وَجْهِ وَكَفَّيْنِ شَمِلَ مَا لَوْ كَانَ الثَّوْبُ سَاتِرًا لِجَمِيعِ الْقَدَمَيْنِ وَلَيْسَ مُمَاسًا لِبَاطِنِ الْقَدَمِ فَيَكْفِي السَّتْرُ بِهِ لِكَوْنِ الْأَرْضِ تَمْنَعُ إِدْرَاكَ بَاطِنِ الْقَدَمِ فَلَا تُكَلَّفُ لُبْسَ نَحْوِ خُفَّ خِلَافًا لِمَا تَوَهَّمَهُ بَعْضُ ضَعَفَةِ الطَّلَبَةِ لَكِنْ يَجِبُ تَحَرُّزُهَا فِي سُجُوْدِهَا وَرُكُوْعِهَا عَنِ ارْتِفَاعِ الثَّوْبِ عَنْ بَاطِنِ الْقَدَمِ فَإِنَّهُ مُبْطِلُ فَتَنَبَّهُ لَهُ اهع ش على م ر وَهَذِهِ عَوْرَتُهَا فِي الصَّلَاةِ اهـ


(Ungkapan Zakariya al-Anshari: "Selain wajah dan kedua telapak tangan"), mencakup anggota tubuh apabila baju menutupi semua dua telapak kaki dan tidak merata batinnya maka cukup menutup dengannya, karena tanah bisa mencegah terlihatnya telapak kaki, sehingga tidak ada taklif memakai semacam muzah. Lain halnya persangkaan sebagian thalabah yang lemah ilmunya, akan tetapi wajib menjaga dari terangkatnya baju dari batin telapak kaki pada saat sujud dan rukuk, karena hal ini dapat membatalkan shalat, maka ingatlah itu. Demikian pernyataan Ali asy-Syabramallisy; Nur ad-Din Abud Dliya Ali bin Ali, dan atas Syams ad-Din Muhammad bin ahmad (ar-Ramli as-Shaghir), ini merupakan aurat wanita dalam shalat.

Berbagi

Posting Komentar