Menjawab Tuduhan Bid'ah Tarawih 20 Rakaat

ANTARA SYAIKH HASAN HITOU DAN SYAIKH AL-ALBANI DALAM ISSU TARAWIH 

Apakah tarawih 20 raka'at adalah ijma' sahabat Nabi Muhammad ﷺ? Jawabnya benar dengan argumentasi bahwa riwayat tarawih masa Sayyidina Umar bin Khathab yang berjumlah 20 raka'at adalah shahih, bukan lemah seperti dakwaan sebagian orang.

Huffaz hadits yang menshahihkan riwayat tersebut adalah Imam an-Nawawi, Imam az-Zaila'i, Imam as-Subki, Imam Abu Zur'ah al-Iraqi, Imam Badruddin al-'Aini, Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Imam Mula Ali al-Qari dan lain-lain. Dan penerimaan semua ulama' baik salaf atau khalaf atas riwayat tersebut dalam amal dan fatwa (talaqqi bil qabul) sudah lebih dari cukup sebagai klaim diatas jika kita memahami kaidah penerimaan hadits dalam disiplin ilmu hadits dan usul fikih. Ulama' juga telah menulis jawaban khusus untuk Syaikh al-Albani yang melemahkan riwayat diatas. 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebolehan tarawih 20 raka'at merupakan kesepakatan sahabat Nabi Muhammad ﷺ saat itu tanpa ada pengingkaran sama sekali. Karena itu, sebagian ulama' menyatakan, dalil tarawih 20 raka'at adalah didasarkan atas hadits marfu' yang dhaif yang dikuatkan ijma' sahabat Nabi. 

Adapun riwayat Imam Malik dalam al-Muwaththa' bahwa jama'ah tarawih masa Sayyidina Umar bin Khattab adalah 11 raka'at (plus witir) tidak bisa dimaknai berlawanan dengan riwayat 20 raka'at, sebab ada kemungkinan hal itu terjadi pada awal sebelum menjadi 20 raka'at atau kesalah fahaman (wahm) saja. Demikian tegas dinyatakan oleh Imam Ibn Abdil Bar al-Maliki. Jadi, klaim mudthorib dalam riwayat tarawih Sayyidina Umar bin Khattab 20 raka'at telah terjawab. 

Menguatkan hal itu adalah kesepakatan resmi para imam dan ulama' madzhab empat bahwa jumlah raka'at tarawih adalah 20 atau lebih menurut Malikiyah. 

Memang benar ada sebagian kecil ulama' Malikiyah yang memilih tarawih 11 raka'at, bukan 20 raka'at, tetapi hal tersebut tidak berarti menggugat atau bahkan membid'ahkan tarawih 20 raka'at yang pernah dilakukan di masa sahabat Rasulullah ﷺ. Faham? 

Jadi apakah anda bisa menemukan ulama' terdahulu yang membid'ahkan tarawih 20 raka'at? Jawabnya tidak ada. Yang pertama kali membid'ahkan tarawih 20 raka'at adalah Syaikh Nashiruddin al-Albani. Dan Salafi yang inshof menulis dalam websitenya:


أولاً: قول الألباني بوجوب الإحدى عشرة ركعة وتبديع المخالف لم يسبقه إليه أحد وليس له فيه سلف كما تبين من مذاهب العلماء التي سبق ذكرها.

"Ucapan al-Albani tentang wajibnya 11 raka'at serta tuduhan bid'ahnya kepada pihak yang menyelisihinya adalah tak satupun yang mendahului itu dan tidak pula ada ulama' salaf yang bersikap begitu sebagaimana yang telah terang dari pernyataan madzhab ulama' yang telah disebutkan". 

Clear ya?! Boleh tarawih kurang dari 20 raka'at dan bahkan ada beberapa nama ulama' yang melakukan itu, tetapi tak satupun ada nama ulama' yang membid'ahkan tarawih 20 raka'at kecuali setelah munculnya Syaikh Nashiruddin al-Albani. 

Setelah itu, jika kemudian Syaikh Hasan Hitou mengklaim bahwa hanya Syaikh Nashiruddin al-Albani seorang yang membid'ahkan tarawih 20 raka'at dan melanggar kesepakatan bolehnya tarawih 20 raka'at apakah beliau dianggap tidak inshof dan berbohong? Yang jujur mudah sekali menjawabnya. 

Pernyataan Syaikh Hasan Hitou dan ulama' lain bahwa Syaikh al-Albani memvonis bid'ah sesat tarawih lebih dari 11 raka'at, bahkan bisa berkonotasi kufur, sepenuhnya tidak salah, sebab dalam risalah Syaikh al-Albani sendiri memang tegas tertulis "tarawih lebih dari 11 raka'at adalah sama dengan shalat zhuhur 5 rakaat atau sunat shubuh 3 raka'at". Teks ini berdasarkan terbitan naskah Zuher Syawis (murid dekat Syaikh al-Albani) yang kemudian diralat Syaikh al-Albani sendiri bahwa yang benar "sholat sunat zhuhur", bukan "sholat zhuhur". Pun Syaikh al-Albani dalam kitabnya "Qiyam Ramadhan" melabrak pengkritiknya dengan umpatan sebagai ahli bid'ah.

Dan ini adalah teks revisi Syaikh al-Albani:

وما مثل من يفعل ذلك إلا كمن يصلي صلاة يخالف بها صلاة النبي صلى الله عليه وسلم كما وكيفا محتجا بتلك المطلقات كمن يصلي مثلا سنة الظهر خمسا وسنة الفجر أربعا وكمن يصلى بركوعين وسجدات وفساد هذا لا يخفى على عاقل

Yang menyedihkan, mereka pun menganggap Syaikh Hasan Hitou tidak inshof dan tidak jujur dalam pernyataannya. Sementara mereka menutup mata dari bagaimana sepak terjang Syaikh al-Albani yang memfitnah beberapa ulama' Ahlussunnah terkemuka seperti Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi, ulama' Azhar dan lain-lain.

Berbagi

Posting Komentar