Ragam Permasalahan Puasa

Masalah yang sering terjadi saat puasa

Ragam Permasalahan Puasa

Kembali ke Daftar Isi

Beberapa masalah yang sering terjadi saat berpuasa

1. Orang Sakit dan Musafir

Orang sakit dan orang yang bepergian jauh melebihi batas Qashar Salat (sekitar radius 90 KM), boleh tidak berpuasa namun wajib mengganti puasa di luar bulan Ramadhan, seperti dalam ayat:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain" (al-Baqarah: 185)

Sementara bagi orang yang sangat tua dan orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, maka membayar fidyah dan tidak mengganti puasa (qadha');

قال ابن عباس : رُخَّصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ أنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ (رواه الدارقطني والحاكم وصححاه)

Ibnu Abbas berkata: “Orang yang sangat tua boleh tidak puasa, namun membayar fidyah setiap hari untuk orang miskin, tanpa qadha” (Daruquthni dan al-Hakim)

وفي الحديث: " إن اللهَ وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الحُبْلَی وَالمُرْضِعِ" (رواه احمد)

Dalam sebuah hadits: “Sesungguhnya Allah memberi keringanan bagi musafir dalam puasa dan salat Qashar, serta bagi wanita hamil dan menyusui (untuk tidak) puasa” (HR Ahmad)

2. Wanita Hamil dan Menyusui

وقال الشافعية والحنابلة : عَلَيْهِمَا القَضَاءُ والفِدْيَةُ إِذَا خَافَتَا عَلَى الْوَلَدِ لِأَنَّهُ فِطْرٌ اِنْتَفَعَ بِهِ شَخْصَانِ وَإِنْ خَافَتَا عَلَى أَنْفُسِهِمَا فَقَطْ فَعَلَيْهِمَا القَضَاءُ فَقَطْ (مسند الشافعي ترتيب السندي - ص ٧٨٢)

Madzhab Syafiiyah dan Hanbali mengatakan bahwa wanita haid dan menyusui hukumnya diperinci:

“Keduanya wajib qadha' dan membayar fidyah, jika keduanya tidak berpuasa karena mengkhawatirkan pada kondisi anaknya. Sebab ini bentuk meninggalkan puasa yang dinikmati oleh ibu dan anaknya. Jika ibu hamil dan menyusui hanya mengkhawatirkan pada kondisi mereka saja (tidak khawatir pada kandungan atau anaknya), maka mereka hanya wajib qadha' saja tanpa membayar fidyah” (Musnad Asy-Syafii 782)

3. Menelan Air Saat Kumur

وَلَوْ سَبَقَ مَاءَ الْمَضْمَضَةِ أَوِ الْإِسْتِنْشَاقِ إلَى جَوْفِهِ نُظِرَ إِنْ بَالَغَ أَفْطَرَ وَإِلَّا فَلَا (الإقناع للشربيني - ١ | ٢٣٧)

“Jika kemasukan air kumur ke dalam perutnya, maka diperinci; jika dengan cara tidak lazim maka batal, dan jika dengan cara wajar maka tidak batal" (al-Iqna' 1/237)

4. Suntik Di Siang Ramadhan

وَلَوْ أَوْصَلَ الدَّوَاءَ لِجِرَاحَةٍ عَلَى السَّاقِ إلى دَاخِلِ اللَّحْمِ، أَوْ غَرَزَ فِيْهِ سِكِّيْنًا وَصَلَتْ مُخَّهُ لَمْ يُفْطِرْ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِجَوْفٍ

“Jika seseorang memasukkan obat buat luka di betis sampai kedalam daging, atau menancapkan pisau di betis tersebut sampai ke sumsum, maka hal itu tidak membatalkan puasanya, karena daging itu bukan rongga tubuh” (Syarah Mahalli 'ala Minhaaj / Qalyubi juz IX halaman 291, maktabah syamilah)

5. Memasukkan Obat Mata

ولا يَضُرُّ الإكْتِحَالُ وإنْ وُجِدَ طَعْمُهُ أَىِ الكُحْلِ بِحَلْقِهِ لِأَنَّه لا يَنْفُدُ مِنَ العَيْنِ إلى الحَلْقِ وَالوَاصِلُ إليه مِن المَسَامِّ (المحلی ج ٢ ص ٥٦ )

“Boleh memakai celak mata, sekalipun ditemukan rasa pada tenggorokan, karena celak tidak dapat tembus dari mata sampai tenggorokan, dan sesuatu yang sampai ke tenggorokan itu hanya melalui jalan pori-pori (sedang pori-pori bukan termasuk lobang badan yang dapat membatalkan puasa)” (al-Mahally juz 2 hal 56)

6. Mencicipi Makanan

قَضِيَّةُ اقْتِصَارِهِ على ذلك كَرَاهَةُ ذَوْقِ الطَّعَامِ لِغَرَضِ إصْلاحِهِ لِمُتَعَاطِيْهِ، وينبغي عدمُ كراهتِه لِلْحاجَةِ (حاشية الشبراملسي نهاية المحتاج ٧ / ٢٠)

"Mencicipi makanan adalah makruh bagi orang yang berpuasa, kacuali kalau ada hajat” (Hasyiyah an-Nihayah 7/20)

7. Puasa Bagi Pekerja Berat

ويَلْزَمُ أَهْل العَمَلِ المُشَاقِّ في رمضانَ كَالْحَصَّادِيْنَ ونحوِهم تَبْيِيْتُ النِّيَّةِ ثم إنْ لَحِقَهم مُشَقَّة شديدة أفْطَرَ وإلَّا فلا (بشرى الكريم ص 72)

"Wajib atas para pekerja berat di bulan Ramadhan seperti para petani dan lainnya, niat (puasa) di malam hari, kemudian apabila mereka mendapati masyaqat yang berat, maka boleh berbuka (menghentikan puasa) dan apabila tidak mendapati masyaqat yang berat, maka ia tetap harus puasa" (al-Busyra al-Karim hal 72 )

8. Darah Yang Ada di Gusi Gigi

يُعْفى عن دم اللَثَّةِ الذي يَجْرِي دائما أو غالبا ولايُكَلِّفُ غَسْلَ فَمِّه لِلْمُشَقَّةِ (بغية المسترشدین ص : ١١١)

“Dimaafkan darah gusi yang terus menerus atau hampir selalu keluar, dan seseorang tidak dipaksa membasuh mulutnya karena hal itu memberatkan” (Bughyah al-Mustarsyidin hal 111)

9. Kapas Mengandung Obat Diletakkan di Telinga

فائدةٌ: أُبْتُلِىَ بوَجْعٍ في أذُنِه لا يَحْتَمِل معه السُّكون إلا بِوَضْعِ دَواءٍ يُسْتَعْمَلُ في دُهْنٍ أو قُطْنٍ وتَحَقَّقَ التَّخْفِيْفُ أو زوالُ الْألَمِ به، بأنْ عَرَفَ من نفسه أو أخْبَرَهُ طبيبٌ جازَ ذلكَ وصحَّ صَوْمُه للضرُورَةِ، اھ. فتاوي باحويرث (بغية المسترشدین ص :١١١)

“Seseorang ditimpa sakit pada telinganya yang ia tak bisa tenang bersamanya kecuali dengan menggunakan obat dalam minyak atau kapas, sedang obat tersebut telah teruji dapat meringankan atau bahkan rasa sakit menjadi hilang dengan sekira dia memang memahaminya atau diberitahu oleh dokter, maka hal itu diperbolehkan dan puasanya sah karena dharurat” (Bughyah al-Mustarsyidin hal 111)

10. Sisa Makanan Di Gigi

لَوْ بَقِيَ طَعَامٌ بَيْنَ أَسْنَانِهِ فَجَرَى بِه رِيْقُهُ بِطَبْعِهِ لَا بِقَصْدِهِ: لم يُفْطِرْ إنْ عَجَزَ عن تَمْيِيْزِهِ ومَجِّهِ، وإن تَرَكَ التَّخَلُّلَ لَيْلًا مع عِلْمِهِ بِبَقَاىِٔه وبِجَرَيَانِ رِيْقِهِ به نَهَارًا، لأنه إنما يُخَاطَبُ بِهِما إن قدَرَ عليهما حَال الصَّوْمِ، لكن يَتَأَكَّدُ التَّخَلُّلَ بعد التَّسَحُّرِ، أما إذا لم يَعْجِزْ أوِ ابْتَلَعَهُ قَصْدًا: فإنه مُفْطِرٌ جَزْمًا (فتح المعين ص ٥٦)

“Apabila terdapat sisa makanan disela-sela gigi, lalu terbawa oleh air liur dengan sewajarnya tanpa disengaja, maka tidak batal puasanya, jika ia tidak mampu memisahkan dan meludahkannya, sekalipun pada malamnya dia tidak membersihkan sela-sela giginya serta yakin ada sisa makanan yang tertinggal dan akan mengalir bersama air liurnya diwaktu siang, karena tuntutan agar memisahkan dan meludahkan, hanyalah ketika ia mampu melakukannya disaat puasa, namun demikian sangat dianjurkan ia membersihkan gigi sesudah makan sahur. Adapun apabila ia mampu (melakukannya) atau menelannya dengan sengaja, maka dapat membatalkan puasa” (Fath al-Mu'in hal 56).

Berbagi

Posting Komentar