Mutiara Hikmah
Jum'at, 24 April 2020
Ilustrasi : Salopos.com |
Rukhshah berbuka atau tidak puasa ramadhan ditengah pandemi Covid-19, asbab musabab tidak mampu, bisa jadi karena sakit atau positif corona, hukumnya boleh/jawaz. Tidak ada perbedaan ditengah pandemi Covid-19 atau tidak.
Demikian dapat dilihat dalam kitab-kitab fiqih, khususnya di kalangan madzhab syafi'iyah. Seperti di dalam Kitab Fathul Qorib, yang menyatakan syarat seseorang wajib berpuasa ada 4, yaitu; (1) Islam, (2) baligh, (3) berakal, dan (4) mampu. Tidak mampu berpuasa karena sakit positif corona misalnya, maka boleh berbuka. [Fathl Qorib : Juz I]
Selain itu dalam kitab yang sama juga dijelaskan kewajiban dalam menjalankan ibadah puasa ada empat. yaitu (1) Niat, (2) Imsak (Menahan diri) dari makan dan minum & hal-hal yang membatalkan puasa, (3) Tidak menjimak/bersetubuh, dan (4) tidak muntah yang disengaja.
Sedangkan fiqih puasa ditengah pandemi Covid-19 kami rangkum dalam beberapa hipotesa sebagai berikut :
1. Adapun jika seseorang positif corona, atau sakit yang lain, sehingga menjadikan tidak mampu berpuasa. Maka boleh berbuka, atau tidak berpuasa, akan tetapi wajib mengqodlo (mengganti) dihari lain. [QS: al-Baqarah: 184]
2. Selain orang sakit, seseorang yang dalam bepergian (musafir) juga boleh berbuka/tidak berpuasa ramadhan, akan tetapi wajib mengqodlo seperti jumlah puasa yang ditinggalkan. [QS: al-Baqarah; 184]
3. Rukhshah (keringan) untuk orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), dibolehkan berbuka atau tidak berpuasa ramadhan, dengan ketentuan jarak yang ditempuh 2 marhalah dan kepergiannya selain untuk kemaksiatan (kesepakatan ulama fiqih, akan tetapi ulama berselisih berapa KM 2 marhalah) [Tafsir QS. al-Baqarah; 184]
4) Bepergian (Musafir) sebelum fajar, adapun bepergian sesudah fajar tidak boleh mengambil rukhsoh berbuka, kecuali pendapat al-Muzanny (murid Imam Syafi'i) dalam kitab [Sullam Taufiq, hal: 49]
al-Muzanny mengikuti pendapat ibnu Abbas yang menjelaskan Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam pernah bepergian dari Madinah ke-Makkah kemudian berbuka di al-Kadid [j Shahih Bukhari, no; 1944]
5. Imam Nawawi mengatakan: 2 marhalah adalah 48 Mil hasyimimiyah. [Kitab Majmuk Syarh Muhadzab: juz; 4, hal; 214]
Sedangkan Ulama kontemporer, seperti Wahbah Zuhaili, 2 marhalah = 88,7 km (kilometer). [Fiqh al-Islam wa adillatuh, juz; 1, hal; 75]
6. Perempuan haid haram berpuasa, dan wajib mengqodlo puasa ramadhan yang tertinggal dibulan ramadhan. [Shahih Bukhari, no; 1951] begitujuga perempuan nifas.
7. Perempuan hamil & menyusui boleh berbuka, jika mengkhawatirkan akan kesehatan bayinya. Demikian juga wajib mengqodlo dan membayar fidyah, akan tetapi jika mengkhawatirkan dirinya (sang ibu) sendiri maka cukup dengan mengqodlo.
Jumlah fidyah yang dikeluarkan setiap harinya adalah 1 mud makanan pokok [Majmuk Syarh Muhadzab, juz; 6, hal; 257 -259]
1 mud = 1⅓ Ritl Baghdad
1 Ritl Baghdad = 408 gram
Jadi 1 Mud = 1 ⅓ X 408 = 544 gram (Wahbah Zuhaili) [Fiqh al-Islam wa adillatuh: juz; 1, hal; 75]
8. Mengqodlo puasa dapat dilakukan diluar selain bulan ramadhan, selain 5 hari yang diharamkan berpuasa seperti hari raya dan hari tasyriq (11,12,13 Dzul Hijjah). (HR. Imam Bukhari, dari Sa'id al-Khudry), [Shahih Bukhari, no; 1197]
9. Orang sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya mendapatkan rukhsoh (keringan) tidak berpuasa, dan tidak mengqodlo puasanya, akan tetapi wajib mengeluarkan fidyah (lihat keterangan fidyah no; 7 & fidyah tidak boleh dibayar sebelum puasa tahun berikutnya). [QS. al-Baqarah: 184]
10. Begitu juga, orang tua (عجوز) yang tidak mampu berpuasa boleh mengganti puasa dengan fidyah, yaitu bersedekah kepada faqir miskin, setiap harinya 1 mud (pendapat ibnu Abbas, shahih Bukhari, bab: Tafsir QS. al-Baqarah; 184; lihat keterangan fidyah no; 7) [Shahih Bukhari, no: 4505]
11. Seseorang yang belum sempat membayar qadlo puasa ditahun sebelumnya sehingga sampai puasa ditahun setelahnya, selain masih wajib mengqodlo juga wajib membayar fidyah, setiap harinya 1 mud makanan pokok (lihat keterangan 1 mud, kolom no; 7) [Fiqh Madzahibul Arba'ah: juz; 1, hal; 902- 905]
12. Seseorang yang menjimak istrinya disiang hari di bulan ramadhan, wajib membayar kafarat, yaitu: Memerdekakan budak, jika tidak mampu (atau tidak ada budak), maka mengganti berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka membayar kafarat, yaitu; bersedekah kepada 60 fakir miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok (seperti beras), [Fathul Qorib, Juz 1]
Kafarat = 1 mud (544 gram) X 60 orang = 32.640 gram atau 32,64 Kg (kilogram) beras. [Fiqh al-Islam wa adillatuh, juz; 1, 75] & selain mengeluarkan kafarat laki-laki tersebut juga wajib mengqodlo puasanya (Zakariya al-Anshari), beberapa Ulama mewajibkan bayar kafarat baik suami maupun istri [kitab; Asnal Mathalib, juz: 1, hal; 425]
13. Orang yang sudah wafat dan memiliki tanggungan puasa, maka ahli warisnya mengqodloi puasanya (HR. Bukhari, dari riwayat Aisyah radliallahu'anha) [Muttafaq 'alaih || Shahih Bukhari, no: 1952/Shahih Muslim, no: 1147, 154-156].
Demikian kiranya dari penulis, Semoga Bermanfaat. Wallahu A'lam
Penulis : Lutfiki